ILMU
BUDAYA DASAR KELOMPOK 8
KONSEP
KE 8
HARAPAN
Disusun Oleh :
1.
Dhandi
Ibnu Pratama
NPM : 11118830
2.
Fabio Sigit Priambodo
NPM : 12118338
3.
Fyra Salsabilla Sumantri
NPM : 12118832
4.
Muhammad Ivan Hidayatullah
NPM : 14118726
5.
Salsabila Endang Safitri
NPM : 16118481
Kelas 1KA12
Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
S1
– Sistem Informasi
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2019
A.
Pengertian
Harapan
Harapan berasal dari kata harap. Artinya supaya sesuatu yang terjadi atau
sesuatu yang belum terwujud. Sedangkan harapan itu sendiri mempunyai makna
sesuatu yang terkandung dalam hati setiap orang yang datangnya merupakan
karunia dari Allah SWT yang sifatnya terpatri dan sukar dilukiskan. Yang
mempunyai harapan atau keinginan itu hati. Putus harapan berarti putus asa. Dan
agar harapan dapat dicapai, memerlukan kepercayaan pada diri sendiri,
kepercayaan kepada orang lain dan kepercayaan kepada Allah Swt.
Harapan atau
asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan
didapatkan atau suatu kejadian akan berbuah kebaikan diwaktu yang akan datang.
Pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak namun diyakini bahkan
terkadang dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud. Namun ada kalanya
harapan tertumpu pada seseorang atau sesuatu. Pada praktiknya banyak orang
mencoba menjadikan harapannya menjadi nyata dengan cara berusaha dan berdo’a.
Setiap orang
mempunyai berbagai cara untuk memenuhi harapannya atau keinginannya, baik
dengan cara yang dibenarkan maupun dengan cara yang dilarang oleh norma-norma
agama dan hukum. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan
pelanggaran dalam usahanya mencapai apa yang diharapannya, misalnya : faktor
lingkungan sosial, ekonomi, pendidikan, tidak adanya landasan iman yang kuat,
kurang rasa percaya diri, dan kurang pendidikan mental. Dari semua itu dapat
berakibat buruk pada diri sendiri.
Beberapa
pendapat menyatakan bahwa esensi harapan berbeda dengan berpikir positif yang
merupakan salah satu cara proses sistematis dalam psikolog untuk menangkal
pikiran negatif atau berpikir pesimis.
B. Unsur-Unsur Untuk Menggapai Harapan (Menurut
Islam)
Islam
berpendapat bahwa jika seseorang mempunyai suatu harapan maka seseorang
tersebut harus melakukan 3 (tiga) hal untuk mewujudkan harapan tersebut, yakni
:
1.
Ikhtiar
(Usaha)
Ikhtiar
adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material,
spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera
dunia dan akhirat terpenuhi. Ikhtiar harus dilakukan dengan sungguh-sungguh,
sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan
keterampilannya. Akan tetapi, jika usaha tersebut gagal, hendaknya kita tidak
berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak berputus
asa. Agar ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan sukses, hendaknya
melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah, berdoa
dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan perbuatan baik.
2.
Doa
Disamping
kita melakukan usaha-usaha untuk mewujudkan harapan tersebut, kita juga tidak
boleh melupakan doa. Menurut bahasa do'a berasal dari kata
"da'a" artinya memanggil. Sedangkan menurut istilah syara' do'a
berarti "Memohon sesuatu yang bermanfaat dan memohon terbebas atau
tercegah dari sesuatu yang memudharatkan.
Pada hakekatnya segala sesuatu di
dunia ini merupakan bentuk dari kekuasan Allah SWT, jadi kita di dunia ini
hanyalah seorang budak yang lemah, hina, dan tak punya apa-apa, Oleh
karenanya kita membutuhkan pertolongan dari Allah SWT.
Ibnu Attoillah Assakandari, ulama
ahli tassawuf mengatakan dalam kitabnya (Al Hikam) bahwa, “ Agar doa kita dapat
dikabulkan oleh Allah SWT, maka doa tersebut memerlukan rukun, sayap, waktu,
dan sebab. Apabila doa cocok (sesuai) dengan sayapnya maka doa tersebut
akan terbang ke langit (menuju Allah SWT), Apabila doa cocok (sesuai)
dengan waktunya maka doa tersebut akan diterima, Apabila doa cocok
(sesuai) dengan sebabnya maka doa tersebut akan dikabulkan Allah SWT ”.
KH. Moh. Djamaluddin Ahmad (Pengasuh
PP. Bahrul ulum, jombang) menjelaskan lebih lanjut mengenai pendapat Ibnu
Attoillah Assakandari sebagai berikut:
Rukun
doa itu ada empat yakni:
1.
خسع لله(khusyu’
kepada Allah),
Maksud
dari khusyu’ yaitu apabila kita berdoa, fikiran kita harus fokus kepada
Allah SWT, jangan memikirkan selain Allah.
2.
الحياء من
الله(malu kepada Allah),
Jika kita
berdoa kepada Allah maka kita harus malu kepada Allah atas segala perbuatan
yang telah kita lakukan, karena sejatinya manusia adalah mahluk yang lemah.
Tatkala berdoa kita juga harus memposisikan diri hina, lemah, dan tak berdaya
di mata Allah, karena hal itu merupakan tata karma dalam berdoa.
3.
رجع كرام
الله( Mengharapkan kedermawanan Allah
SWT)
Sementara
menurut Ibnu Attoillah sayap dari doa sendiri itu ada dua yakni:
1.
الصدق (jujur menghadap Allah SWT),
jujur
disini mempunyai arti bersungguh-sungguh , maksudnya yaitu ketika berdoa kita
harus bersungguh-sungguh dalam meminta bantuan, Tidak hanya sekedar main-main
dalam berdoa.
2.
أكل الحلال (memakan makanan yang halal),
Sejatinya
makanan seseorang itu juga mempengaruhi kualitas doa seseorang kepada Allah
SWT. Jika seseorang itu selalu mengkonsumsi barang haram atau dari hasil haram,
maka doa orang tersebut tergolong kualitas buruk. Doa orang yang demikian sulit
untuk dikabulkan oleh Allah SWT. Begitu juga sebaliknya, orang yang selalu
mengkonsumsi barang halal maka doanya mudah untuk diterima Allah SWT.
Sementara
“ sebab “ agar suatu doa dapat diterima Allah yaitu dengan cara diawali
dengan membaca shalawat pada Nabi Muhammad SAW, dan diakhiri dengan shalawat
pula.
3.
Tawakkal
Setelah
kita melakukan ikhtiar (usaha) untuk mewujudkan suatu harapan, dan
meminta pada Allah agar Allah merealisasikan harapan tersebut. Maka kita
hanya tinggal melakukan satu hal yakni tawakkal pada Allah. Dari segi bahasa,
tawakal berasal dari kata ‘tawakala’ yang memiliki arti; menyerahkan,
mempercayakan dan mewakilkan. (Munawir, 1984 : 1687). Seseorang yang bertawakal
adalah seseorang yang menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan segala urusannya
hanya kepada Allah SWT, karena Allah SWT mempunyai hak mutlaq untuk mewujudkan
atau meniadakan suatu hal di dunia ini.
Jika kita sudah melakukan ketiga hal
tersebut maka kita tinggal menunggu keputusan Allah SWT, apakah Allah
berkehendak mewujudkan harapan kita, ataukah justru meniadakan harapan kita.
C. Manusia dan Harapan
Harapan dalam
kehidupan manusia merupakan cita-cita, keinginan, penantian, kerinduan supaya
sesuatu itu terjadi. Dalam menantikan adanya sesuatu yang terjadi dan
diharapkan, manusia harus melibatkan manusia lain atau kekuatan lain di luar
dirinya supaya sesuatu terjadi atau terwujud.
Menurut macamnya ada harapan yang
optimis dan harapan pesimistis (tipis harapan). Harapan yang optimis artinya
sesuatu yang akan terjadi itu sudah memberikan tanda-tanda yang dapat
dianalisis secara rasional, bahwa sesuatu yang akan terjadi akan muncul pada
saatnya. Dan harapan yang pesimistis ada tanda-tanda rasional tidak akan
terjadi.
Harapan itu ada karena manusia
hidup. Manusia hidup penuh dengan keinginannya atau maunya. Setiap manusia
memiliki harapan yang berbeda-beda, orang yang berpikir luas, harapannya pun
akan luas. Begitupun sebaliknya, orang yang berpikir sempit maka harapannya
juga akan sempit.
Harapan itu bersifat manusiawi
dan dimiliki semua orang. Dalam hubungannya dengan pendidikan moral, untuk
mewujudkan harapan perlu di wujudkan hal-hal sebagai berikut :
- Harapan apa yang baik
- Bagaimana cara mencapai harapan itu
- Bagaimana bila harapan tidak tercapai
Jika manusia mengingat bahwa
kehidupan tidak hanya di dunia saja namun di akhirat juga, maka sudah
selayaknya harapan manusia untuk hidup di kedua tempat tersebut bahagia. Dengan
begitu manusia dapat menyelaraskan kehidupan antara dunia dan akhirat, dan
selalu berharap bahwa hari esok lebih baik dari pada hari ini. Namun kita
sebagai manusia harus sadar bahwa harapan tidak selamanya menjadi kenyataan dan
terwujud.
D.
Penyebab Manusia
Memiliki Harapan
Menurut
kodratnya manusia itu adalah makhluk sosial. Setiap manusia lahir ke dunia ini
langsung disambut dalam suatu pergaulan hidup, yakni di tengah suatu keluarga
atau anggota masyarakat lainnya. Di tengah-tengah manusia lain itulah seseorang
dapat hidup dan berkembang fisik dan jasmani, serta mental dan spiritualnya.
Ada dua hal yang mendorong manusia
hidup bergaul dengan manusia lain, yaitu : dorongan kodrat dan dorongan
kebutuhan hidup.
- Dorongan Kodrat
Kodrat ialah sifat, keadaan, atau
pembawaan alamiah yang sudah terjelma dalam diri manusia sejak manusia itu
diciptakan oleh Allah SWT. Misalnya : menangis, bergembira, berpikir, bercinta,
berjalan, berkata, dan mempunyai keturunan. Setiap diri manusia mempunyai
kemampuan untuk itu semua dan dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai
keinginan dan harapan.
Dalam diri manusia masing-masing sudah terjelma sifat, kodrat pembawaan dan
kemampuan untuk hidup bergaul, hidup bermasyarakat atau hidup bersama dengan
manusia lain. Dengan kodrat ini manusia dapat mempunyai harapan.
- Dorongan Kebutuhan Hidup
Sudah menjadi kodrat bahwa
manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup itu pada
garis besarnya dapat dibedakan atas kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
Kebutuhan jasmani, misalnya makan, minum, pakaian, dan rumah. Sedangkan
kebutuhan rohani, misalnya kebahagiaan, kepuasan, keberhasilan, hiburan dan
ketenangan.
Untuk memenuhi semua kebutuhan itu manusia harus bekerja sama dengan
manusia lain. Hal ini disebabkan karena kemampuan manusia sangat terbatas, baik
kemampuan fisik maupun kemampuan berpikir. Dan dengan adanya dorongan kodrat dan
dorongan kebutuhan hidup itu maka manusia mempunyai harapan, karena pada
hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sehubungan dengan
kebutuhan-kebutuhan manusia itu, Abraham Maslow mengkategorikan kebutuhan
manusia menjadi macam. Lima macam kebutuhan itu merupakan lima harapan manusia,
yaitu :
- Harapan untuk memperoleh kelangsungan hidup (survival)
- Harapan untuk memperoleh keamanan (safety)
- Harapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai dan dicintai (being loving and love)
- Harapan untuk memperoleh status atau diterima atau diakui lingkungan (status)
- Harapan untuk memperoleh perwujudan dan cita-cita (self-actualization)
E.
Harapan dan
Kepercayaan
Kepercayaan
berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau meyakini akan kebenaran.
Kepercayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan
akan kebenaran. Dalam agama terdapat kebenaran-kebenaran yang dianggap sebagai
wahyu dari Allah Swt. Kepercayaan dalam agama merupakan keyakinan yang paling
besar. Dalam hal beragama tiap-tiap orang wajib menerima dan menghormati
kepercayaan orang yang beragama itu, dasarnya ialah keyakinan masing-masing.
Harapan dan kepercayaan saling
melengkapi. Karena dalam memenuhi atau mewujudkan harapan, manusia harus berusaha
dan berdo’a. Dengan berusaha dan berdo’a sungguh-sungguh kepada Allah Swt
serta mempercayai adanya Allah Swt, harapan akan terwujud dan terpenuhi.
Macam-macam
Kepercayaan
Dasar
kepercayaan adalah kebenaran. Sumber kebenaran adalah manusia. Kepercayaan itu
dapat dibedakan atas :
1) Kepercayaan pada diri sendiri
Kepercayaan
pada diri sendiri itu ditanamkan setiap pribadi manusia. Percaya pada diri
sendiri pada hakekatnya percaya pada Tuhan Yang Maha Esa Percaya pada diri
sendiri, menganggap dirinya tidak salah, dirinya menang, dirinya mampu
mengerjakan yang diserahkan atau dipercayakan kepadanya.
2) Kepercayaan kepada orang lain.
Percaya kepada
orang lain itu dapat berupa percaya kepada saudara, orang tua, guru, atau siapa
saja. Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya ternadap kata
hatinya, perbuatan yang sesuai dengan kata hati, atau terhadap kebenarannya.
Ada ucapan yang berbunyi orang itu dipercaya karna ucapannya. Misalnya, orang
yang berjanji sesuatu hams dipenuhi, meskipun janji itu tidak terdengar orang
lain, apalagi membuat janji kepada orang lain.
3) Kepercayaan kepada pemerintah.
Berdasarkan
pandangan teokratis menurut etika, filsafat tingkah laku karya Prof.Ir,
Poedjawiyatna, negara itu berasal dari Tuhan. Tuhan langsung memerintah dan
memimpin bangsa manusia, atau setidak-tidaknya Tuhanlah pemilik kedaulatan
sejati, Karena semua adalah ciptaan Tuhan. Semua mengemban kewibawaan, terutama
pengemban tertinggi, yaitu raja, langsung dikaruniai kewibawaan oleh Tuhan,
sebab langsung dipilih oleh Tuhan pula (kerajaan).
Pandangan demokratis mengatakan
bahwa kedaulatan adalah dari rakyat, (kewibawaan pun milik rakyat. Rakyat
adalah negara, rakyat itu menjelma pada negara. Satu-satunya realitas adalah
negara). Manusia sebagai seorang (individu) tak berarti orang mempunyai arti
hanya dalam masyarakat, Negara. Hanya negara sebagai keutuhan (totalitas) yang
ada, kedaulatan mutlak pada negara, negara demikian itu disebut negara
totaliter, satu-satunya yang mempunyai hak ialah negara; manusia perorangan
tidak mempunyai hak, ia hanya mempunyai kewajiban (negara diktator). Jelaslah
bagi kita, baik teori atau pandangan teokratis ataupun demokratis negara atau
pemerintah itu benar, karena Tuhan adalah sumber kebenaran. Karena itu wajarlah
kalau manusia sebagai warga negara percaya kepada negara/pemerintah.
4) Kepercayaan kepada Tuhan
Kepercayaan
kepada Tuhan yang maha kuasa itu amat penting, karena keberadaan manusia itu
bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan berarti
keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercayaan itu amat penting, karena
merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan Tuhannya.
Bagaimana Tuhan dapat menolong
umatnya, apabila umat itu tidak mempunyai kepercayaan kepada Tuhannya, sebab
tidak ada tali penghubung yang mengalirkan daya kekuatannya. Oleh karcna itu
jika manusia berusaha agar mendapat pertolongan dari padanya, manusia harus
percaya kepada Tuhan, sebab Tuhanlah yang selalu menyertai manusia. Kepercayaan
atau pengakuan akan adanya zat yang maha tinggi yang menciptakan alam semesta
seisinya merupakan konsekuensinya tiap-tiap umat beragama dalam melakukan
pemujaan kepada zat tersebut.
F.
Persamaan Harapan dan Cita-cita
Harapan berasal dari kata harap yang
berarti keinginan supaya sesuatu terjadi; sehingga harapan berarti sesuatu yang
diinginkan dapat terjadi. Dengan demikian harapan menyangkut masa depan.
Cita-cita merupakan Impian yang
disertai dengan tindakan dan juga di berikan batas waktu. Jadi kalau kita
bermimpi untuk menjadi enterpreneur yang sukses, ya… harus di sertai tindakan
jangan cuma berandai-andai saja. Serta jangan lupa di berikan target waktu
sehingga kita punya timeline kapan hal tersebut kita inginkan terealiasasi.
Dari kecil kita pasti dinasehati
oleh orangtua, guru ataupun buku untuk menggantungkan cita-cita setinggi
langit. Semua itu memang benar karena dengan adanya cita-cita atau impian dalam
hidup kita akan membuat kita semangat dan bekerja keras untuk menggapai
kehidupan yang lebih baik di dunia.
Cita-cita yang baik adalah
cita-cita yang dapat dicapai melalui kerja keras, kreativitas, inovasi,
dukungan orang lain dan sebagainya. Khayalan hasil melamun cenderung tidak
logis dan bersifat mubazir karena banyak waktu yang terbuang untuk menghayal
yang tidak-tidak.
Dalam bercita-cita pun sebaiknya
jangan terlalu mendetail dan fanatik karena kita bisa dibuat stres dan depresi
jika tidak tercapai. Contoh adalah seseorang yang punya cita-cita jadi dokter.
Ketika dia tidak masuk jurusan ipa dia stress, lalu gagal snmptn/spmb
kedokteran dia stress, dan seterusnya.
Tidak semua orang bisa menentukan
cita-cita. Jika tidak bisa menentukan cita-cita, maka bercita-citalah untuk
menjadi orang yang berguna dan dicintai orang banyak dengan hidup yang
berkecukupan. Untuk mendapatkan motivasi dalam mengejar cita-cita kita bisa
mempelajari kisah sukses orang lain atau membaca atau melihat film motivasi
hidup seperti laskar pelangi.
Bila dibandingkan dengan
cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk, sedangkan
cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintang. Antara harapan dan cita-cita
terdapat persamaan yaitu: keduanya menyangkut masa depan karena belum terwujud,
pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal yang lebih
baik atau meningkat.
G.
Contoh harapan dalam kehidupan
sehari-hari :
1. Bagi seorang anak kecil pun dapat
mempunyai harapan dalam dirinya, misalkan saja seorang anak mempunyai harapan
untuk mendapatkan hadiah dari orang tuanya serta orang disekitarnya pada saat
dia ulang tahun. Untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkannya dia dapat
melakukan meminta langsung terhadap orang tuanya.
2. Bagi seorang remaja mengharapkan
orang yang dicintainya dapat menerima cintanya dan menjalin suatu hubungan.
Dari hal yang diharapkan tersebut dia dapat melakukan hal-hal yang dibilang
tidak masuk akal pun dilakukan hanya untuk mendapatkan perhatian dan cinta dari
pasangannya itu.
3. Bagi seorang pelajar, misalkan dia
menginginkan mendapatkan nilai bagus dan dapat lulus dengan nilai yang baik,
maka dia dapat melakukan beberapa hal untuk mendapatkan nilai terbaik itu,
contohnya saja dengan cara belajar dengan baik, giat dan serius. Meminimalisir
kegiatan bermain.
4. Bagi seorang dewasa, misalkan saja
seseorang yang berharap naik pangkat dari pekerjaanya. Dia akan berusaha
menjadi lebih baik lagi terhadap pekerjaanya dan berperilaku baik dalam
kesehariannya agar dapat mencapai yang telah diharapkannya.
5. Dari seseorang yang telah berusia
lanjut, mereka juga punya harapan terakhir. Misalkan terhadap yang sudah ingin
meninggal biasanya memberikan suatu pengharapan lewat surat wasiat yang
diberikan kepada keluarganya berupa pesan dalam hal harta atau apapun.
H. Masalah
yang Timbul Pada Suatu Harapan
Menurut
CNN Indonesia - Dalam sebuah
penelitian terungkap bahwa terlalu berharap akan cenderung menggiring seseorang
dalam kekecewaan kronik yang mendalam. Penelitian tersebut dilakukan oleh Case
Western Reserve University dan dirilis dalam jurnal Psychological Bulletin
edisi Agustus 2016.
Peneliti
menyebut bahwa banyak berharap membawa seseorang ke 'lingkaran kesulitan
abadi'. "Pada taraf ekstrim, pengharapan adalah sifat narsis yang beracun,
terjadi berulang kali pada seseorang membawa risiko pada frustrasi,
ketidakbahagiaan dan kekecewaan pada hidup," kata peneliti dari Case
Western Reserve University, Joshua Grubbs, seperti dilansir dari Health.
Grubbs
menambahkan, seringkali, hidup, kesehatan, penuaan dan dunia sosial tidak
memperlakukan orang sesuai dengan keinginannya.
"Melawan keterbatasan ini sangat membahayakan terutama bagi mereka
yang sering berharap karena akan mencederai pandangan diri mereka sendiri
terhadap dunia," ujar Grubbs yang juga menjabat professor psikologi Bowling
Green State University.
Para
ilmuwan meneliti 170 makalah akademis dan menemukan bahwa orang dengan rasa
berharap yang tinggi akan menjadi korban harapan itu sendiri dalam tiga
tahapan.
Pertama,
mereka tidak selalu mendapatkan semua yang mereka kira layak didapat. Kondisi
ini menyebabkan mereka selalu menjadi pihak yang rentan mengalami kegagalan,
tak mendapat sesuai harapan.
Harapan
yang tidak terwujud itu kemudian akan dianggap sebagai sebuah ketidakadilan
dalam hidup mereka dan memunculkan emosi labil seperti marah dan kesedihan.
Terakhir,
sebagai pembenaran akan emosi labil itu, orang dengan banyak berharap akan
meyakinkan diri mereka sendiri akan keunggulan yang mereka punya dibanding
orang lain. Tindakan ini akan membuat
orang banyak berharap merasa lebih baik, namun hanya sementara. Yang terjadi
selanjutnya adalah kembali pada siklus kekecewaan.
Menurut
salah satu penulis penelitian ini yang juga seorang profesor psikologi Case
Western Reserve University, Julie Exline, seiring dengan kekecewaan tersebut
muncul dampak pada hubungan sosial yang buruk, konflik antar personal dan
depresi.
"Sangat
banyak pengharapan berkaitan dengan kompetisi, seperti menjadi lebih baik atau
lebih layak dibandingkan orang lain," katanya kepada Health. "Ini
sangat menjauhkan diri sendiri terhadap lingkungan dan sangat terisolasi."
Exline
mengakui bahwa tidak mudah bagi mereka yang memiliki sifat narsis ini untuk
melihat diri mereka sendiri atau mengubah pola pikir mereka. Namun dia percaya
bahwa ada cara tertentu yang dapat dilakukan untuk orang yang penuh harapan
ini.
"Kondisikan diri sendiri untuk berpikir orang lain dan apa yang mereka layak dapatkan. Dan juga bersedia mengakui kesalahan dan melihat kelemahan diri sendiri. Ini dapat menolong Anda merasa lebih terhubung dengan orang lain," kata Exline.
"Mampu mengakui bahwa orang lain juga spesial, seperti dirinya sendiri, akan menolong seseorang mengubah pola pikir jadi salah satu bentuk bersyukur, alih-alih berharap lebih," katanya.
"Kondisikan diri sendiri untuk berpikir orang lain dan apa yang mereka layak dapatkan. Dan juga bersedia mengakui kesalahan dan melihat kelemahan diri sendiri. Ini dapat menolong Anda merasa lebih terhubung dengan orang lain," kata Exline.
"Mampu mengakui bahwa orang lain juga spesial, seperti dirinya sendiri, akan menolong seseorang mengubah pola pikir jadi salah satu bentuk bersyukur, alih-alih berharap lebih," katanya.
I.
Solusi
1.
Jadilah diri sendiri dan percaya diri.
Tak perlu setiap kata orang lain kamu ikuti. Tak perlu pula berharap mereka
mengikuti kita.
2.
Semua orang akan punya masa di mana
hidup mereka berada dalam titik terendah. Berharap mereka akan baik-baik saja
akan percuma. Memberi dukungan dan semangat akan jauh lebih berguna.
3.
Kedewasaan, bertambahnya usia, dan cara
pandang seseorang akan selalu berubah. Kadang mereka juga tak menyadari jika
telah berubah, maka jangan berharap mereka bisa tetap sama.
4.
Jika kita telah menghargai diri sendiri,
maka orang lain akan menghargai kita. Tak perlu lagi berharap-harap cemas apa
mereka bisa menerima kita apa adanya.
5.
Membaca pikiran adalah hal yang sulit.
Tak semua orang dilahirkan dengan bakat untuk melakukannya, maka
jangan berharap orang lain bisa membaca pikiran kita.
6.
Menyukai seseorang tak bisa
direncanakan, tak bisa dipaksakan. Daripada berharap seseorang akan
menyukai kita, lebih baik bersikap positif dan mereka akan suka kita dengan
sendirinya.
DAFTAR PUSTAKA
¾
Widyo Nugroho,
Achmad Muchji. 1996. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Universitas
Gunadarma
¾
Suyadi M.P.
Drs., Buku Materi Pokok Ilmu Budaya Dasar, Depdikbud U.T. 1984-1985.
¾
Ahmad,
KH. Djamaluddin. 2010. Dzurratun nafissah. Jombang: Al Muhibbin
¾
Adyyana,
sunanda. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Surakarta : Universitas Muammadiyyah
surakarta
Comments
Post a Comment